Islam merupakan agama yang
mudah, perintah dan larangannya mudah dan sesuai dengan fitrah manusia. Tidak
ada satu kewajiban atau larangan dalam Islam yang memberatkan manusia. Allah
SWT berfirman: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu” (QS. Al-Baqarah: 185).
Dan dalam kondisi-kondisi tertentu Islam memberikan
keringanan dalam pelaksanaan ibadah. Bagi orang yang sakit dan musafir banyak
diberikan kemudahan dalam Islam. Orang yang sedang melakukan safar
(perjalanan), termasuk mudik pulang kampung halaman saat lebaran adalah orang
yang mendapat rukhsoh (keringanan). Di antara kemudahan yang diberikan Islam,
yaitu pada saat melaksanakan shalat wajib. Keringanan shalat saat safar di
antaranya dengan cara dibolehkan mengqashar (mengurangi rakaat shalat) dan
menjama’ (menggabung) shalat dll. Rasulullah SAW bersabda:
إن الله تعالى يحب أن تؤتى رخصه، آما يكره أن تؤتى معصيته
Artinya: “Sesungguhnya Allah suka jika diambil
keringanannya sebagaimana benci jika maksiat kepada-Nya” (HR Ahmad, Ibnu Hibban
dan al-Baihaqi).
Panduan ibadah bagi musafir (pemudik), terdiri
dari:
1. Shalat Jamaah
2. Shalat bagi Musafir
3. Adab Safar
4. Doa Safar
1. Shalat Jamaah
Shalat adalah rukun Islam kedua setelah syahadat
dan fardhu ‘ain (kewajiban yang mengikat setiap individu muslim) dalam setiap
kondisi. Baik kondisi aman maupun perang, kondisi sehat maupun sakit, kondisi
muqim (menetap) maupun safar (bepergian). Allah SWT berfirman: “Peliharalah
segala shalat (mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah karena
Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu`” (QS Al Baqarah 238)
Rasulullah SAW bersabda:
صلاة الجماعة تفضل صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة ( متفق عليه )
“Shalat jamaah lebih utama dari shalat sendiri
sebesar dua puluh tujuh derajat” Dari Abu Hurairah RA diceritakan bahwa ada
seorang lelaki buta bertanya kepada Rasulullah SAW , “Wahai Rasulullah aku
tidak punya penuntun yang menggandengku ke masjid, apakah aku mendapat
keringanan untuk shalat di rumah?”. Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Apakah
kamu mendengar adzan shalat?”, “Ya”, jawab lelaki itu. Rasulullah SAW berkata
dengan tegas:”Kalau begitu datangilah masjid untuk shalat berjamaah!”
2. Shalat Bagi Musafir
Arti Safar
Safar secara bahasa berarti: Melakukan perjalanan,
lawan dari iqomah. Sedangkan secara istilah, safar adalah: Seseorang keluar
dari daerahnya dengan maksud ke tempat lain yang ditempuh dalam jarak tertentu.
Seseorang disebut musafir jika memenuhi tiga syarat, yaitu: Niat, keluar dari
daerahnya dan memenuhi jarak tertentu.
Rukhsoh Shalat Bagi Musafir
Seorang musafir mendapatkan rukhsoh dari Allah SWT
dalam pelaksanaan shalat. Rukhsoh tersebut adalah: Mengqashar shalat yang
bilangannya empat rakaat menjadi dua, menjama’ shalat Zhuhur dengan Ashar dan
Maghrib dengan ‘Isya, shalat di atas kendaraan, tayammum dengan debu/tanah
pengganti wudhu dalam kondisi tidak mendapatkan air dll.
Shalat Qashar
Mengqashar shalat adalah mengurangi shalat yang 4
rakaat menjadi 2 rakaat, yaitu pada shalat Zhuhur, Ashar dan ‘Isya.
Dalil Shalat Qashar
Allah SWT berfirman:
”Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka
tidaklah mengapa kamu menqashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang
orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata
bagimu” (QS an-Nisaa’ 101).
Rasulullah SAW bersabda:
.« أَوّلَ مَا فُرِضَتِ الصّلاَةُ رَآْعَتَيْنِ فَأُقِرّتْ
صَلاَةُ السّفَرِ وَأُتِمّتْ صَلاَةُ الْحَضَرْ » : عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
Dari ‘Aisyah RA berkata : “Awal diwajibkan shalat
adalah dua rakaat, kemudian ditetapkan bagi shalat safar dan disempurnakan ( 4
rakaat) bagi shalat hadhar (tidak safar)” (Muttafaqun ‘alaihi) Jarak Qashar
Seorang musafir dapat mengambil rukhsoh shalat dengan mengqashar dan menjama’
jika telah memenuhi jarak tertentu. Rasulullah SAW bersabda:
و حَدَّثَنَاه أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ
بَشَّارٍ كِلَاهُمَا عَنْ غُنْدَرٍ قَالَ أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
جَعْفَرٍ غُنْدَرٌ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَزِيدَ الْهُنَائِيِّ قَالَ
سَأَلْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ
عَنْ قَصْرِ الصَّلَاةِ فَقَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ مَسِيرَةَ ثَلَاثَةِ أَمْيَالٍ أَوْ ثَلَاثَةِ فَرَاسِخَ شُعْبَةُ الشَّاكُّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ
عَنْ قَصْرِ الصَّلَاةِ فَقَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ مَسِيرَةَ ثَلَاثَةِ أَمْيَالٍ أَوْ ثَلَاثَةِ فَرَاسِخَ شُعْبَةُ الشَّاكُّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ
dari Yahya bin Zaid Al Huna’i, katanya; “Aku pernah
bertanya kepada Anas bin Malik tentang mengqashar shalat. Dia menjawab; “Jika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar sejauh tiga mil, atau tiga
farsakh -syu’bah ragu- maka beliau melakukan shalat dua rakaat.” (HR. Muslim)
Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah SAW
bersabda:” Wahai penduduk Mekah janganlah kalian mengqashar shalat kurang dari
4 burd dari Mekah ke Asfaan” (HR at-Tabrani, ad-Daruqutni, hadits mauquf)
ولابن أبي شيبة من وجه آخر صحيح عنه قال ” تقصر الصلاة في مسيرة
يوم وليلة “
Dari Ibnu Syaibah dari arah yang lain berkata:”
Qashar shalat dalam jarak perjalanan sehari semalam” “Adalah Ibnu Umar RA dan
Ibnu Abbas RA mengqashar shalat dan buka puasa pada
perjalanan menempuh jarak 4 burd yaitu 16 farsakh”.
Jumhur Ulama berpendapat, sebagaimana hadits Ibnu
Abbas bahwa jarak minimal dibolehkannya qashar shalat yaitu 4 burd atau 16
farsakh. 1 farsakh = 5541 M sehingga 16 Farsakh = 88,656 km.
Syarat Shalat Qashar:
1. Niat Safar
2. Memenuhi jarak minimal dibolehkannya safar yaitu
4 burd (88, 656 km )
3. Keluar dari kota tempat tinggalnya
4. Shafar yang dilakukan bukan safar maksiat
Lama Waktu Qashar
Jika seseorang musafir hendak masuk suatu kota atau
daerah dan bertekad tinggal di sana maka dia dapat melakukan qashar dan jama’
shalat. Menurut pendapat imam Malik dan Asy-Syafi’i adalah 4 hari, selain hari
masuk kota dan keluar kota. Sehingga jika sudah melewati 4 hari ia harus
melakukan shalat yang sempurna. Adapun musafir yang tidak akan menetap maka ia
senantiasa mengqashar shalat selagi masih dalam keadaan safar. Berkata Ibnul
Qoyyim:” Rasulullah SAW tinggal di Tabuk 20 hari mengqashar shalat”. Disebutkan
Ibnu Abbas dalam riwayat Bukhari:”
Rasulullah SAW melaksanakan shalat di sebagian
safarnya 19 hari, shalat dua rakaat. Dan kami jika safar 19 hari, shalat dua
rakaat, tetapi jika lebih dari 19 hari, maka kami shalat dengan sempurna”.
Jama’ Antara Dua Shalat Saat Safar
Jama’ antara dua shalat, pada waktu safar
dibolehkan. Shalat yang boleh dijama’ adalah shalat Zhuhur dengan Ashar, dan
shalat Maghrib dengan ‘Isya. Rasulullah SAW bersabda:
عن مُعَاذِ بنِ جَبَلٍ: “أَنّ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم
آَانَ في غَزْوَةِ تَبُوكٍ إذا زَاغَتِ الشّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ جَمَعَ
بَيْنَ الظّهْرِ وَالْعَصْرِ، وَإِنْ يَرْتَحِلْ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ الشّمْسُ
أَخّرَ الظّهْرَ حتى يَنْزِلَ لِلْعَصْرِ، وَفي المَغْرِبِ مِثْلَ ذَلِكَ إِنْ
غَابَتِ الشّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ جَمَعَ بَيْنَ المَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ،
وَإِن يَرْتَحِلْ قَبْلَ أَنْ تَغِيبَ الشّمْسُ أَخّرَ المَغْرِبَ حتى يَنْزِلَ
لِلْعِشَاءِ ثُم جَمَعَ بَيْنَهُمَا”
Dari Muadz bin Jabal: ”Bahwa Rasulullah SAW pada
saat perang Tabuk, jika matahari telah condong dan belum berangkat maka
menjama’ shalat antara Zhuhur dan Ashar. Dan jika sudah dalam perjalanan
sebelum matahari condong, maka mengakhirkan shalat Zhuhur sampai berhenti untuk
shalat Ashar. Dan pada waktu shalat Maghrib sama juga, jika matahari telah
tenggelam sebelum berangkat maka menjama’ antara Maghrib dan ‘Isya. Tetapi jika
sudah berangkat sebelum matahari tenggelam maka mengakhirkan waktu shalat
Maghrib sampai berhenti untuk shalat ‘Isya, kemudian menjama’ keduanya” (HR Abu
Dawud dan at-Tirmidzi).
Shalat jama’ terdiri dari dua macam, yaitu jama
taqdim dan jama’ ta’khir. Jama’ taqdim adalah menggabungkan shalat antara
shalat Zhuhur dan Ashar yang dilakukan pada waktu Zhuhur dan shalat Maghrib dan
Isya’ yang dilakukan pada waktu Maghrib. Sedangkan jama’ ta’khir adalah
menggabungkan shalat antara shalat Zhuhur dan Ashar yang dilakukan pada waktu
Ashar dan shalat Maghrib dan Isya’ yang dilakukan pada waktu Isya’.
Seorang musafir yang melakukan qashar dan jama’
shalat, maka shalat jamaah yang dilakukan sbb:
♦ Niat untuk melakukan shalat jama’ dan qashar
secara berjamaah.
♦ Disunnahkan membaca iqomah pada setiap shalat
(misalnya iqomah untuk shalat Zhuhur dan iqomah untuk shalat Ashar).
♦ Berimam pada orang yang sama-sama melakukan
qashar dan jama’.
♦ Shalat jama’ dilakukan secara langsung, tanpa
diselingi dengan shalat sunnah atau doa atau lainnya.
Menghadap Kiblat
Menghadap kiblat merupakan syarat sahnya shalat,
baik dalam keadaan muqim maupun musafir sebagaimana firman Allah: ”Palingkanlah
mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada,
palingkanlah mukamu ke arahnya” (QS Al Baqarah 144).
Maka jika seorang musafir berada dalam kendaraan;
baik itu mobil, kereta api, kapal laut atau pesawat udara dan mampu menghadap
kiblat, maka ia harus menghadap kiblat. Sedangkan bagi musafir yang naik
kendaraan sedang ia tidak tahu arah kiblat atau tidak mampu menghadap kiblat,
maka ia harus shalat menghadap arah mana saja yang ia yakini dan shalat sesuai
kondisi di kendaraan. Allah SWT berfirman:”Dan kepunyaan Allah-lah timur dan
barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS Al Baqarah 115).
Tata Cara Shalat Di Atas Kendaraan
1. Jika dimungkinkan maka shalat seperti biasa,
yaitu shalat berjamaah, menghadap kiblat, berdiri, ruku dan sujud seperti
biasa.
2. Jika tidak dapat berdiri maka shalat sambil
duduk dengan gerakan shalat dalam kondisi duduk. Ruku’ dan sujud dengan
membungkukkan punggung, dan saat sujud punggung lebih menurun dari ruku’.
3. Apabila tidak mendapatkan air, maka dapat
bertayammum. Cara tayammum yaitu menepuk tanah atau debu pada dinding kendaraan
dengan dua telapak tangan, lalu diusapkan ke seluruh wajah. Kemudian tangan
yang satu mengusap yang lain sampai pergelangan tangan.
3. Adab Safar
Apabila seorang muslim hendak melakukan safar maka
hendaknya memperhatikan adab-adab safar sbb:
1. Jika terdiri dari dua orang atau lebih, maka
harus diangkat seorang ketua rombongan.
2. Sebelum berangkat dianjurkan melakukan shalat
sunnah dua rakaat.
3. Berdoa kepada Allah memohon keselamatan dirinya,
keluarga
yang ditinggal dan kaum muslimin, seperti:
اللَّهُمَّ بِكَ أسْتَعِينُ وَعَلَيْكَ أتَوَآَّلُ؛ اللَّهُمَّ
ذَلِّلْ لي صعُوبَةَ أمْرِي، وَسَهِّلْ عَليَّ مَشَقَّةَ سَفَرِي، وَارْزُقْنِي
مِنَ الخَيْرِ أآْثَرَ مِمَّا أطْلُبُ، وَاصْرِفْ عَنِّي آُلَّ شَرٍّ. رَبّ
اشْرَحْ لي صَدْرِي، وَيَسِّرْ لِي أمْرِي، اللَّهُمَّ إني أسْتَحْفِظُكَ
وأسْتَوْدِعُكَ نَفْسِي وَدِينِي وأهْلِي وأقارِبي وآُلَّ ما أنْعَمْتَ عَليَّ
وَعَليْهِمْ بِهِ مِنْ آخِرَةٍ وَدُنْيا، فاحْفَظْنَا أجمعَينَ مِنْ آُلّ سُوءٍ يا
آَرِيمُ.
“Ya Allah, kepada-Mu aku memohon dan bertawakal, ya
Allah mudahkan urusan kami, gampangkan kesusahan safarku, berilah rezki padaku
berupa kebaikan yang lebih banyak dari yang aku minta, jauhkan dariku segala
keburukan. Ya Rabb lapangkan dadaku, mudahkan urusanku. Ya Allah aku memohon
perlindungan-Mu, dan menitipkan diriku, agamaku, keluargaku, kerabatku dan
nikmat yang telah engkau berikan padaku dan pada mereka dalam hal akhirat dan
dunia, dan jagalah kami semua dari setiap keburukan ya Karim”
4. Memberi wasiat (nasihat) dan meminta wasiat,
sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Dikatakan Ibnu
Umar pada Qoz’ah:” Kemarilah saya akan melepasmu sebagaimana Rasulullah SAW
melepasku (saat akan bepergian):
“أسْتَوْدِعُ اللَّهَ دِينَكَ وأمانَتَكَ وَخَوَاتِيمَ عَمَلِكَ”.
Saya titipkan pada Allah dinmu, amanatmu dan akhir
amalmu” (HR Abu Dawud)
Di riwayatkan oleh at-Tirmidzi, datang seseorang
kepada Nabi SAW dan berkata: “Wahai Rasulullah SAW saya akan bepergian maka
bekalilah saya !” Rasulullah SAW bersabda:” Semoga Allah membekali engkau
dengan taqwa”. “Tambahlah”. “Semoga Allah mengampuni dosamu”. “Tambahlah”,
“semoga Allah memudahkanmu dimana saja engkau berada”.
5. Saat dalam perjalanan harus menggunakan waktunya
pada sesuatu yang baik dan bermanfaat, seperti; memperbanyak dzikir dan doa,
baca al-Qur’an, membaca buku, tafakkur alam, mendengarkan nasyid (lagu-lagu
Islami) dll.
6. Jangan melakukan kemaksiatan, dan mengupayakan
agar suasana di kendaraan menjadi Islami.
7. Membawa bekal-bekal dan sarana-sarana untuk
mendukung suasana yang Islami tersebut, misalnya: Membawa mushaf Al-Qur’an,
buku bacaan yang Islami, kaset nasyid (lagu-lagu Islam) dll.
4. Doa Safar
Doa Keluar Rumah
بِسْمِ الله تَوَآّلْتُ عَلَى الله، لا حَوْلَ وَلا قُوّةَ إِلاّ
بالله
” Dengan nama Allah, aku bertawakal kepada Allah,
tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah”.
Doa Naik Kendaraan dan Safar
“Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini
bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya
kami akan kembali kepada Tuhan kami.”“Ya Allah sesungguhnya kami memohon
kepada-Mu dalam safar ini kebaikan dan ketaqwaan, dan dari amal yang Engkau
ridhai. Ya Allah mudahkan pada safar kami, dan pendekkan jauhnya perjalanan. Ya
Allah engkau teman dalam safar dan pemimpin keluarga. Ya Allah aku berlindung
kepada-Mu dari susahnya safar, kesedihan dan buruknya kesudahan pada harta dan
keluarga”.
Jika akan pulang maka baca doa serupa dan ditambah:”
Kami kembali, bertobat, beribadah dan memuji kepada Allah”
Ketika Kendaraan yang dinaiki adalah kapal laut,
maka membaca doa:
( بِسْمِ اللَّهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ
رَحِيمٌ( 41
” Dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan
berlabuhnya.” Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”.
Sumber: klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar