Muslimah Rohis SMA N 11 Palembang sangat memahami bahwa sholat adalah penting dan wajib. Sejauh mana pemahaman tentang sholat teman-teman rohis kita, maka kita mengadakan praktek sholat yang akan dipandu oleh ustdazah Khanifatul Ramadhani, Al Hafidzoh sebagai berikut:
A. Hukum Sholat

Shalat itu wajib bagi semua umat Islam. Karena Allah Ta’ala telah memerintahkannya pada beberapa ayat dalam
Al-Quran:
“...Maka dirikanlah sholat itu (sebagaimana biasa).
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu (wajib) yang ditentukan waktunya
atas orang-orang yang beriman,” (QS An-Nisa: 103).
“Peliharalah semua sholat(mu), dan (peliharalah) shalat wustha.
Berfirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk,” (QS Al-Baqarah:
238).
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menjadikan shalat sebagai pondasi kedua dari lima pondasi Islam.
Beliau bersabda:
“Islam itu didirikan atas lima perkara: (1) Bersaksi bahwa tidak ada
Ilah (yang berhak disembah) selain Allah dan Muhammad adalah utusan
Allah; (2) Mendirikan shalat; (3) Menunaikan Zakat; (4) Mengerjakan haji
ke Baitullah; dan (5) Berpuasa pada bulan Ramadhan,” (HR Al-Bukhari: 1/9, dan Muslim: 20, 21, Kitab Al-Iman).
B. Hikmah Sholat
Sebagian hikmah disyariatkannya shalat adalah bahwa shalat itu dapat
membersihkan jiwa, dapat menyucikannya, dan menjadikan seorang hamba
layak bermunajat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala di dunia dan berada
dekat dengan-Nya di surga. Bahkan shalat juga dapat mencegah pelakunya
dari perbuatan keji dan mungkar.
“...Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar...” (Al-Ankabut: 45).
C. Keutamaan Sholat
Untuk mengetahui keutamaan dan keagungan shalat, cukuplah kita membaca
hadist-hadist Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam berikut:
1. Sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam:
“Pokok terpenting dari segala perkara adalah Islam, dan tiangnya
adalah shalat, serta puncak tertingginya adalah jihad di jalan Allah,” (HR Tirmidzi: 616).
2. Sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam:
“(Yang membedakan) antara seseorang dan kekufuran adalah meninggalkan shalat,” (HR Muslim: 134, Kitab Al-Iman).
3. Beliau Shalallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
“Aku telah diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka
bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat dan menunaikan zakat.
Apabila mereka telah melakukannya, maka mereka telah menlindungi harta
dan jiwanya dariku kecuali karena hak Islam, dan hisab (perhitungan)
amal mereka diserahkan kepada Allah Azza Wa Jalla,” (HR Al-Bukhari: 1/13, 9/138).
4. Sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam ketika ditanya tentang amalan apa yang paling utama, beliau menjawab:
“Mengerjakan shalat pada (awal) waktunya,” (HR Muslim: 36, Kitab Al-Iman).
5. Sabda beliau:
“Perumpamaan sholat lima waktu ibarat sebuah sungai tawar yang deras
yang ada di dekat pintu rumah salah seorang dari kalian, yang ia mandi
di dalamnya sebanyak lima kali setiap hari, maka apakah kaliah melihat
adanya kotoran yang tersisa padanya?” Para sahabat berkata, “Tidak ada
sedikitpun.” Beliau melanjutkan, “Sesungguhnya shalat lima waktu itu
dapat menghilangkan dosa-dosa sebagaimana air dapat menghilangkan
kotoran,” (HR Muslim: 284, Kitab Al-Masajid).
6. Sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam:
“Tidaklah seorang muslim yang ketika tiba waktu shalat fardhu dia
membaguskan wudhunya dan kekhusyukannya serta rukuknya melainkan shalat
itu menjadi penghapus dosa-dosanya yang telah lewat, selama dia tidak
berbuat dosa besar, dan itu sepanjang masa,” (HR Muslim: 7, Kitab Ath-Thaharah, dan Imam Ahmad: 5/260).
B. Syarat-syarat sahnya shalat
Adapun syarat-syarat sahnya shalat adalah sebagai berikut:
1. Suci dari hadats kecil, yaitu hal yang mewajibkan berwudhu, suci dari hadats besar,
yaitu hal yang mewajibkan mandi besar dan suci dari najis pada pakaian
orang yang mengerjakan shalat, tubuhnya, dan tempat shalatnya.
Berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam:
“Allah tidak menerima shalat tanpa bersuci,” (HR An-Nasa’i: 1/87, dan Ad-Darimi: 1/175).
2. Menutup Aurat
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“Pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid...” (Al-A’raaf: 31).
Tidak sah shalat seseorang yang dikerjakan dengan membuka aurat karena fungsi pakaian adalah untuk menutupi aurat.
Adapun batasan aurat bagi laki-laki yaitu antara pusar dan kedua
lututnya, sedangkan batasan aurat bagi perempuan yaitu seluruh anggota
tubuh selain muka dan kedua telapak tangannya.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam:
“Allah tidak menerima shalat perempuan yang sudah mengalami haid (menstruasi atau baligh) kecuali dengan memakai jilbab,” (HR Abu Daud: 641).
Ketika Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam ditanya perihal shalat
perempuan dengan memakai Ad-Dir’u (pakaian yang dapat menutupi seluruh
tubuh wanita) dan kerudung tanpa memakai pakaian bawahan (rok/ sarung),
beliau menjawab:
“Jika pakaian (gamis) itu panjang dan dapat menutupi bagian luar kedua telapak kakinya (itu boleh),” (HR Abu Daud: 640, dan Ad-Daruquthni: 2/62).
3. Menghadap Kiblat
Tidak sah shalat yang dikerjakan tidak menghadap kiblat. Berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“...Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya...” (QS Al-Baqarah: 144).
Maksudnya, menghadap ke Masjidil Haram di Mekkah. Namun orang yang tidak
bisa menghadap kiblat karena kondisi takut, atau sakit, atau lainnya,
maka syarat ini tidak berlaku.
Orang yang sedang melakukan perjalanan boleh mengerjakan shalat di atas
kendaraannya sesuai arah jalan yang dituju baik kiblat atau menghadap
selainnya.
Berdasarkan perbuatan Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam:
“Rasulullah pernah mengerjakan shalat di atas kendaraannya (untanya),
sedangkan beliau ketika itu datang dari Mekkah menuju Madinah, dengan
menghadap ke arah mana saja kendaraannya itu berjalan,” (HR Muslim: 33, kitab Shalatul Musafirin wa Qashruha).
Hal-hal yang musti
dilakukan (wajib) dalam shalat antara lain:
1. Berdiri
ketika shalat wajib, bagi yang mampu
Tidak sah
shalat fardhu seorang hamba yang dikerjakan sambil duduk dalam kondisi mampu
berdiri. Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“Berdirilah
untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk,” (Al-Baqarah: 238).
Dan
sabda Rasulullah kepada Imran
bin Hushain:
“Kerjakanlah
shalat dengan berdiri, jika kamu tidak mampu, maka kerjakanlah dengan posisi
duduk, jika tidak mampu juga, maka kerjakanlah dengan posisi berbaring,” (HR Bukhari: 1117, dan Abu Daud: 952).
2. Niat
Yaitu
ketetapan hati untuk melaksanakan shalat tertentu. Berdasarkan sabda
Rasulullah:
3. Takbiratul
Ihram
Yaitu
mengucapkan lafadz “Allahu Akbar.” Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah:
“Kuncinya
shalat adalah bersuci, pembukaannya adalah takbir (mengucapkan Allahu Akbar),
dan penutupnya adalah taslim (mengucapkan salam),” (HR Abu Daud: 31,
Kitab Ath-Taharah, dan At-Tirmidzi: 238).
4. Membaca
Surat Al-Fatihah
Berdasarkan
sabda Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam:
“Tidak sah
shalat seseorang yang tidak membaca surat Al-Fatihah,” (HR Bukhari:
1/192).
Namun, membaca
Al-Fatihah itu tidak berlaku bagi seorang makmum di balakang imam yang membaca
Al-Fatihah dengan jahr (keras, nyaring), karena kewajibannya adalah
mendengarkan bacaan imam.
Berdasarkan
firman Allah Ta’ala:
“Dan
apabila dibacakan Al-Quran, dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan
tenang agar kamu mendapat rahmat,” (QS Al-A’raf: 204).
Dan sabda
Rasulullah:
“Apabila
imam bertakbir, maka ikutlah bertakbir, dan apabila dia membaca maka diamlah
(perhatikanlah),” (HR Imam Ahmad: 2/438).
Apabila imam
membacanya dengan Siir (pelan), maka makmum wajib membacanya (secara siir atau
pelan) juga.
5. Rukuk
6. Bangun
dari rukuk (I’tidal)
Berdasarkan
sabda Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam:
“Kemudian
rukuklah sampai kamu tuma’ninah dalam rukuk, kemudian bangunlah dari rukuk
sampai kamu berdiri tegak lurus,” (HR Bukhari: 8/69, 169).
7. Sujud
8. Bangun
dari Sujud
Berdasarkan
sabda Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam kepada orang yang shalatnya
tidak benar:
“Kemudian
bersujudlah sampai kamu tuman’ninah dalam sujudmu, kemudian bangunlah dari sujud
sampai kamu tuma’ninah dalam keadaan duduk,” (HR Bukhari: 8/69, 169).
Hal ini juga
didasarkan pada firman Allah Ta’ala:
“Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu,
sujudlah kamu...” (QS Al-Hajj: 77).
9. Tuman’ninah
ketika Rukuk, Sujud, Berdiri, dan Duduk
Berdasarkan
sabda Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam kepada orang yang shalatnya
tidak benar. Beliau menyebutkan hal itu kepadanya dalam hal rukuk, sujud, dan
duduk di antara dua sujud, sedangkan beliau menyebutkan i’tidal (tegak lurus)
kepadanya dalam hal berdiri.
Hakikat tuma’ninah
adalah seseorang yang melakukan rukuk, sujud, duduk diantara dua sujud, dan
berdiri setelah semua anggota badannya tegak lurus, itu berdiam kira-kira
seukuran lama membaca, “Subhana Rabbiyal Adziim” (Mahasuci Rabbku yang
Mahaagung). Sebanyak satu kali bacaan. Adapun jika lebih dari satu kali, maka
itu adalah sunnah.
10. Salam
11. Duduk
ketika salam
Seseorang
dianggap selesai mengerjakan shalat setelah mengucapkan salam dan dia tidak
mengucapkan salam kecuali dalam kondisi duduk. Berdasarkan sabda Nabi Muhammad
Shalallahu’alaihi Wasallam, “Dan penutupnya adalah taslim (mengucapkan
salam).”
12. Tertib
sesuai urutan rukun shalat
Tidak boleh
membaca Al-Fatihah sebelum melakukan takbiratul ihram, dan tidak boleh bersujud
sebelum melakukan rukuk karena gerakan shalat telah ditentukan Rasulullah dan
telah diajarkan kepada para sahabat.
Beliau
bersabda, “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat,” (HR
Bukhari: 1/68, 8/11).
Maka tidak sah
mendahulukan dan mengakhirkan urutan gerakan shalat.
Wallahu’alam bish
shawwab.